Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Pemuliaan Islam Kepada Wanita



Islam adalah agama yang abadi, penutup semua agama. Karakteristik Islam –diantaranya—adalah menyeluruh dan moderat. Islam memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya. Wanita tidak mendapat perlindungan sejak masa kecil sampai mati melainkan dalam naungan agama Islam. Hal ini tercermin pada:
1.         Islam mencela perilaku orang Arab Jahiliyah yang tega mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka. Islam juga mengancam akan memperlihatkan siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut di depan semua makhluk. Allah berfirman, “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah dia dibunuh” (At-Takwir: 8-9). Wanita adalah yang Allah ciptakan karena suatu hikmah. Laki-laki tidak bisa berlepas diri dari perempuan begitu juga sebaliknya. Allah menjamin rezeki masing-masing dari keduanya dan menjaga kehormatannya. Untuk itu, tidak usah takut ataupun khawatir.
2.         Islam menganjurkan perlindungan dan pendidikan terhadap anak perempuan dengan menjadikan surga –barang dagangan yang paling berharga– sebagai tempat berlabuh bagi siapa saja yang memerhatikan pendidikannya. Dari cerita Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ، كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
“Barang siapa diberi cobaan dengan beberapa anak perempuan lalu dia memperlakukan mereka dengan baik maka kelak anak itu menjadi tabir baginya dari api neraka” (HR. Bukhari: 1418).
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Bagi siapa memelihara dan mendidik dua anak perempuan sampai baligh maka kelak pada hari Kiamat aku dan dia seperti dua jari ini” (HR. Muslim: 2631). Beliau menyatukan jemarinya.
Demikianlah, Allah memerintahkan agar memuliakan anak perempuan dan memerhatikan pendidikan hingga mengantarkannya ke pangkuan suaminya untuk mengemban misi kehidupan yang dibebankan di atas pundak keduanya.
3.         Tidak ada perbedaan di antara ulama bahwa yang wajib memberi nafkah anak perempuan adalah orang yang menanggung beban kehidupannya. Jika tidak ada yang menanggung beban hidupnya, negara wajib mengasuhnya karena negara adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. Islam memberi jaminan kepadanya dalam kondisi apapun. Jika seorang suami tidak mampu menafkahi istrinya, istri berhak menuntut hak nafkah darinya. Bila lantaran hal itu, istri minta cerai dari suaminya, hakim boleh mendengarnnya dan memutuskannya jika suaminya benar-benar tidak mampu memberinya nafkah. Untuk lebih rinci akan diterangkan nanti, insya Allah.
4.         Ketika telah menginjak usia untuk menikah, wanita memiliki hak penuh memilih suami sesuai kaidah-kaidah syar’i. Tidak seorangpun boleh merampas hak tersebut, hak yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Suatu ketika seorang gadis datang kepada Rasulullah mengadukan perlakuan ayahnya yang mengawinkannya dengan laki-laki yang tidak dia cintai. Rasulullah kemudian menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada si gadis dan menolak perkawinannya (HR. Bukhari: 5138)
5.         Apabila seorang wanita telah menikah maka dia memiliki hak atas suaminya, sebagaimana hak suami atas istrinya. Allah berfirman, “Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf” (Al-Baqarah: 228)
Rasulullah bersabda, “Wasiatkanlah kebaikan pada kaum wanita” (HR. Bukhari: 5182). Rasulullahpun bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah sebaik-baik kalian terhadap istri” (HR. Ibnu Majah: 2053 dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah: I/ 334)
6.         Islam menetapkan hak kepemilikan harta kepada wanita dan memberinya kebebasan secara penuh terhadap apa yang dimilikinya. Wanita memiliki hak warisan setelah dahulunya dia “diwariskan”, sebagaimana layaknya harta benda. Islam juga membolehkannya melakukan aktivitas sesuai rambu-rambu syariat Islam tanpa disertai ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram). Berapa banyak tempat kerja bagi wanita yang didalamnya kehormatan dan kemuliaannya yang tetap terjaga.
Islam juga memberikan kepada wanita hak untuk infak dan menyalurkan apa yang dimilikinya. Tidak ada wasiat bagi seorang pun atasnya, kecuali ketika dia masih kecil dan belum tahu apa-apa..
Rasulullah menganjurkan kaum wanita untuk bersedekah. Merekapun kemudian menyedekahkan perhiasan-perhiasan mereka, padahal itu adalah harta benda yang paling berharga bagi mereka (HR. Bukhari: 978).
Zainab istri Abdullah bin Mas’ud pernah datang kepada Rasulullah untuk meminta izin membayarkan zakatnya kepada suaminya sendiri karena Abdullah bin Mas’ud termasuk orang miskin. Beliaupun memerintahkan Zainab agar membayarkan zakatnya kepada suaminya. Beliau juga memberitahukan bahwa dalam hal ini Zainab mendapat dua pahala: pahala sedekah dan pahala menyambung hubungan kekeluargaan (HR. Muslim: 1000)
7.         Islam memuliakan wanita tatkala dia menjadi seorang ibu. Dalam kondisi seperti ini, Islam memberikan kepadanya hak penghormatan, pemuliaan, dan pergaulan yang baik. Allah berfirman, “Dan Rabb-Mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 23-24). Intinya adalah Allah mengiringkan hak-Nya dengan kedua orang tua.
Allah mengingatkan hak ibu secara khusus mengingat derita yang dia alami ketika hamil, melahirkan dan mengasuh anak. Allah berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (Luqman: 14).
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Rasulullah bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah manusia yang patut aku hormati dengan baik?” Beliau menjawab, “Ibumu”. Orang itu kembali bertanya, “Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu” . “Lalu siapa?”  “Ibumu”. “Lalu siapa?”  Beliau menjawab, “Ayahmu” (HR. Bukhari: 5971 dan HR. Muslim: 2528).
Di dalam hadits ini, Rasulullah menyebutkan hak ibu sebanyak tiga kali, kemudian baru menyebutkan hak ayah. Ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan wanita tatkala dia menjadi seorang ibu.
Islam menetapkan bahwa termasuk dosa besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah kemudian durhaka kepada orang tua.
Islam mewajibkan berbakti kepada orang tua, meskipun mereka itu musyrik. Allah berfirman, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (Luqman: 15).

Wanita adalah individu masyarakat Muslim yang berhak bersenang-senang dengan ruh dan jasad. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Bertolak dari inilah, muncul hadits tentang keharaman terhadap darah, harga diri, harta benda, dan kemuliaan dengan lafal yang umum. Rasulullah bersabda, “Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dalam hal darah, harta dan harga diri” (HR. Muslim: 2564).
Sebagaimana laki-laki adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya maka wanita juga pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, atas anak-anaknya, dan agamanya. Dia mendapat pahala dan balasan atas amal perbuatannya, disiksa, dan ditanya perihal kesalahan-kesalahannya. Allah berfirman, “Barang siapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (An-Nahl: 97).
Allah berfirman, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al-Ma’idah: 37).
Wanita memiliki kebebasan secara penuh terhadap hak kepemilikan dengan segala cara yang dibolehkan dan memiliki hak secara penuh dalam mengungkapkan pendapat ketika dia dimintai untuk menyampaikan pendapat. Wanita juga berhak untuk menuntut haknya jika merasa dilanggar. Secara keseluruhan, Islam telah menjamin hidup mulia dan tenang bagi laki-laki dan perempuan, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Masing-masing di antara mereka saling melengkapi. Hanya saja pria lebih tinggi satu tingkatan di atas wanita, yaitu tingkatan kepemimpinan yang harus dia emban untuk menyukseskan kehendak mereka berdua. Semua ini tidak merendahkan hak wanita dan mengurangi kemuliaannya bahkan mengangkat kedudukannya dan menempatkannya di tempat yang layak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar