Islam adalah agama
yang abadi, penutup semua agama. Karakteristik Islam –diantaranya—adalah
menyeluruh dan moderat. Islam memberikan hak kepada setiap orang yang berhak
menerimanya. Wanita tidak mendapat perlindungan sejak masa kecil sampai mati
melainkan dalam naungan agama Islam. Hal ini tercermin pada:
1.
Islam mencela perilaku orang Arab Jahiliyah yang tega
mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka. Islam juga mengancam akan
memperlihatkan siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut di depan semua
makhluk. Allah berfirman, “Dan apabila
bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah dia
dibunuh” (At-Takwir: 8-9). Wanita adalah yang Allah ciptakan karena suatu
hikmah. Laki-laki tidak bisa berlepas diri dari perempuan begitu juga
sebaliknya. Allah menjamin rezeki masing-masing dari keduanya dan menjaga
kehormatannya. Untuk itu, tidak usah takut ataupun khawatir.
2.
Islam menganjurkan perlindungan dan pendidikan terhadap
anak perempuan dengan menjadikan surga –barang dagangan yang paling berharga–
sebagai tempat berlabuh bagi siapa saja yang memerhatikan pendidikannya. Dari
cerita Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ، كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
“Barang
siapa diberi cobaan dengan beberapa anak perempuan lalu dia memperlakukan
mereka dengan baik maka kelak anak itu menjadi tabir baginya dari api neraka” (HR. Bukhari: 1418).
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa
Nabi bersabda: “Bagi siapa memelihara dan
mendidik dua anak perempuan sampai baligh maka kelak pada hari Kiamat aku dan
dia seperti dua jari ini” (HR. Muslim: 2631). Beliau menyatukan jemarinya.
Demikianlah, Allah memerintahkan
agar memuliakan anak perempuan dan memerhatikan pendidikan hingga mengantarkannya
ke pangkuan suaminya untuk mengemban misi kehidupan yang dibebankan di atas
pundak keduanya.
3.
Tidak ada perbedaan di antara ulama bahwa yang wajib
memberi nafkah anak perempuan adalah orang yang menanggung beban kehidupannya.
Jika tidak ada yang menanggung beban hidupnya, negara wajib mengasuhnya karena
negara adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. Islam memberi jaminan
kepadanya dalam kondisi apapun. Jika seorang suami tidak mampu menafkahi
istrinya, istri berhak menuntut hak nafkah darinya. Bila lantaran hal itu,
istri minta cerai dari suaminya, hakim boleh mendengarnnya dan memutuskannya
jika suaminya benar-benar tidak mampu memberinya nafkah. Untuk lebih rinci akan
diterangkan nanti, insya Allah.
4.
Ketika telah menginjak usia untuk menikah, wanita
memiliki hak penuh memilih suami sesuai kaidah-kaidah syar’i. Tidak seorangpun
boleh merampas hak tersebut, hak yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.
Suatu ketika seorang gadis datang kepada Rasulullah mengadukan perlakuan
ayahnya yang mengawinkannya dengan laki-laki yang tidak dia cintai. Rasulullah
kemudian menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepada si gadis dan menolak
perkawinannya (HR. Bukhari: 5138)
5.
Apabila seorang wanita telah menikah maka dia memiliki
hak atas suaminya, sebagaimana hak suami atas istrinya. Allah berfirman, “Para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang makruf” (Al-Baqarah: 228)
Rasulullah bersabda, “Wasiatkanlah kebaikan pada kaum wanita”
(HR. Bukhari: 5182). Rasulullahpun bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku
adalah sebaik-baik kalian terhadap istri” (HR. Ibnu Majah: 2053 dan
disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih
Ibni Majah: I/ 334)
6.
Islam menetapkan hak kepemilikan harta kepada wanita
dan memberinya kebebasan secara penuh terhadap apa yang dimilikinya. Wanita
memiliki hak warisan setelah dahulunya dia “diwariskan”, sebagaimana layaknya
harta benda. Islam juga membolehkannya melakukan aktivitas sesuai rambu-rambu
syariat Islam tanpa disertai ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram). Berapa banyak tempat kerja bagi wanita yang
didalamnya kehormatan dan kemuliaannya yang tetap terjaga.
Islam juga memberikan kepada wanita
hak untuk infak dan menyalurkan apa yang dimilikinya. Tidak ada wasiat bagi
seorang pun atasnya, kecuali ketika dia masih kecil dan belum tahu apa-apa..
Rasulullah menganjurkan kaum wanita
untuk bersedekah. Merekapun kemudian menyedekahkan perhiasan-perhiasan mereka,
padahal itu adalah harta benda yang paling berharga bagi mereka (HR. Bukhari:
978).
Zainab istri Abdullah bin Mas’ud
pernah datang kepada Rasulullah untuk meminta izin membayarkan zakatnya kepada
suaminya sendiri karena Abdullah bin Mas’ud termasuk orang miskin. Beliaupun
memerintahkan Zainab agar membayarkan zakatnya kepada suaminya. Beliau juga
memberitahukan bahwa dalam hal ini Zainab mendapat dua pahala: pahala sedekah
dan pahala menyambung hubungan kekeluargaan (HR. Muslim: 1000)
7.
Islam memuliakan wanita tatkala dia menjadi seorang
ibu. Dalam kondisi seperti ini, Islam memberikan kepadanya hak penghormatan,
pemuliaan, dan pergaulan yang baik. Allah berfirman, “Dan Rabb-Mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’:
23-24). Intinya adalah Allah mengiringkan hak-Nya dengan kedua orang tua.
Allah mengingatkan hak ibu secara
khusus mengingat derita yang dia alami ketika hamil, melahirkan dan mengasuh
anak. Allah berfirman, “Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu” (Luqman: 14).
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu
Hurairah dari Rasulullah bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah manusia yang patut aku hormati dengan baik?”
Beliau menjawab, “Ibumu”. Orang itu
kembali bertanya, “Lalu siapa?”
Beliau menjawab, “Ibumu” . “Lalu siapa?” “Ibumu”.
“Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ayahmu” (HR. Bukhari: 5971 dan HR. Muslim: 2528).
Di dalam hadits ini, Rasulullah
menyebutkan hak ibu sebanyak tiga kali, kemudian baru menyebutkan hak ayah. Ini
menunjukkan betapa agungnya kedudukan wanita tatkala dia menjadi seorang ibu.
Islam menetapkan bahwa termasuk dosa
besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah kemudian durhaka kepada orang
tua.
Islam mewajibkan berbakti kepada
orang tua, meskipun mereka itu musyrik. Allah berfirman, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuan tentang itu maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (Luqman: 15).
Wanita
adalah individu masyarakat Muslim yang berhak bersenang-senang dengan ruh dan
jasad. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Bertolak dari inilah,
muncul hadits tentang keharaman terhadap darah, harga diri, harta benda, dan
kemuliaan dengan lafal yang umum. Rasulullah bersabda, “Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dalam hal darah, harta dan
harga diri” (HR. Muslim: 2564).
Sebagaimana
laki-laki adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya maka wanita
juga pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya, atas anak-anaknya, dan agamanya. Dia mendapat pahala dan
balasan atas amal perbuatannya, disiksa, dan ditanya perihal
kesalahan-kesalahannya. Allah berfirman, “Barang
siapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan” (An-Nahl: 97).
Allah
berfirman, “Laki-laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana” (Al-Ma’idah: 37).
Wanita
memiliki kebebasan secara penuh terhadap hak kepemilikan dengan segala cara
yang dibolehkan dan memiliki hak secara penuh dalam mengungkapkan pendapat
ketika dia dimintai untuk menyampaikan pendapat. Wanita juga berhak untuk
menuntut haknya jika merasa dilanggar. Secara keseluruhan, Islam telah menjamin
hidup mulia dan tenang bagi laki-laki dan perempuan, tanpa ada perbedaan antara
keduanya. Masing-masing di antara mereka saling melengkapi. Hanya saja pria
lebih tinggi satu tingkatan di atas wanita, yaitu tingkatan kepemimpinan yang
harus dia emban untuk menyukseskan kehendak mereka berdua. Semua ini tidak
merendahkan hak wanita dan mengurangi kemuliaannya bahkan mengangkat
kedudukannya dan menempatkannya di tempat yang layak.
0 komentar:
Posting Komentar